Berhubung setelah UAS gue gag ada kerjaan, mending posting ilmu-ilmu yang pernah gue dapet selama semester 2 kuliah Jurusan Sastra Indonesia di UGM buat kalian semua... (Heaahh bangga ^_^)
1.
Peran Utama Ejaan Bagi
Pemakai Bahasa
Sabagai alat untuk berkomunikasi, bahasa harus mampu
menampung perasaan dan pikiran pemakainya, serta mampu menimbulkan adanya
saling mengerti antar penutur dengan pendengar atau antara penulis dengan
pembacanya. Merupakan serangkain bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia
secara sadar, berarti hanya manusia yang dalam keadaan sadarlah yang dapat
menghasilkan bunyi yang disebut bahasa
(Santoso, 1990:1)
Ejaan ialah pelambangan fonem dengan huruf, aturan
tentang bagaimana satuan-satuan morfologi dituliskan, dan atau aturan tentang
bagaimana menuliskan kalimat dan bagian-bagiannya dengan pemakaian tanda-tanda
baca.
Soal ejaan
bukanlah soal yang sukar. Sekali kita menguasai cara menuliskan katau
atau kalimat dengan baik, seterusnya kita tidak akan membuat
kesalahan-kesalahan. Oleh sebab itu, kita dituntut untuk memberikan perhatian
terhadap cara penulisan yang benar, apalagi bila pekerjaan kita dalam bidang tulis-menulis.
Tanpa mempelajarinya dengan sengaja, kita tidak akan pernah menguasainya dengan
baik (Badudu, 1986:99).
2.
Peranan Fonologi Pada
Penyusunan Ejaan
Ortografi adalah subdisiplin linguistik yang mempelajari ejaan. Oleh
karena itu, subdisiplin ini juga dapat disebut ilmu ejaan atau grafonomi. Harap
tidak disamakan dengan grafologi. Grafologi adalah ilmu yang mempelajari ilmu
dan tulisan dalam kaitannya dengan nasib dan peruntungan seseorang. Jadi
merupakan bidang interdisipliner antar linguistik dan ilmu klenik (Soeparno,
2002:111).
Di dalam ortografi atau grafonomi dipelajari bagaimana mewujudkan bentuk
bunyi ke dalam bentuk huruf dan sekaligus bagaimana kaidah menyusun huruf-huruf
itu menjadi konstruksi yang lebih besar, yakni tulisan (Soeparno, 2002:111)
Dalam Fonologi ada dua ruang lingkup yang
dibahas fonetik dan fonemik. Hasil penyelidikan terhadap ilmu fonem dapat
dipakai sebagai dasar suatu pembentukan suatu sistem tulisan atau ejaan bahasa
(Samsuri, 1969:101).
Ejaan yang baik ialah yang mempunyai dasar:
satu fonem satu tanda (grafem). Ejaan yan sempurna seperti ini bisa juga
disebut ejaan fonemis. Tetapi ejaan fonemis itu tidak pernah dapat diperoleh,
karena penyusunan suatu ejaan tidak saja didasarkan kepada hal-hal ilmiah,
melainkan juga kepada kepraktisan dan tradisi ejaan di dalam masyarakat itu.
Dasar Ilmiah diberikan oleh hasil penyelidikan ilmu fonem, sedangkan dasar
praktis disesuaikan dengan keadaan masyarakat bahasa itu. Hal yang kedua ini
merangkum fasilitas-fasilitas yang diberikan oleh keadaan masyarakat bahasa
itu, misalnya keadaan percetakan dan mesin tulis yang dipakai di dalam
masyarakat itu, apa yang dilakukan di sekolah-sekolah dalam hal pengajaran
bahasa, perpustakaan yang telah ada (Samsuri, 1969:102)
Contoh hubungan ilmu fonem dan penyusunan
ejaan ialah peranan apa yang bisa disebut “beban fungsi”. Ambillah contoh bahwa
di dalam bahasa Indonesia ada dua macam vokal yang bisa ditandai dengan grafem
<e>, pertama fonem /e/ di dalam kata nenek,
dan fonem /ә/ di dalam kata sedang,
tenang, dan lain-lain (Samsuri, 1969:104)
Menurut beban fungsinya, fonem /ә/ jatuh
lebih tinggi dari /e/, yaitu apabila pemakaian fonem-fonem dibilang di dalam
suatu percakapan, maka dapat dilihat, bahwa fonem /ә/ jauh banyak terdapat
daripada fonem /e/. tinggi-rendah beban fungsi ini dipakai untuk menentukan
penandaan yang mana yang lebih praktis bagi fonem yang lebih tinggi
frekuensinya atau beban fungsinya. Karena ternyata fonem /ә/ yang lebih tinggi,
maka grafem <e> dipakai untuk menandai fonem itu; sedangkan grafem itu
dengan tambahan diakritik, umpamanya <è> dipakai untuk menandai fonem
/e/. Di dalam bahasa Indonesia dialek Jawa mungkin terdapat sebagai tambahan
fonem /e/ yang terdapat pada kata-kata ekonomi,
sate, merdeka (vokal dalam suku yang tengah) dan lain-lain; dan untuk fonem
ini diberi tanda grafem <è> (Samsuri 1969:104)
3.
Dasar – Dasar Penyusunan Ejaan
Soeparno (2002:111) mengungkapkan, pada
prinsipnya ada tiga macam sistem ortografis, yaitu ejaan fonologis, ejaan
silabis, dan ejaan morfemis.
Dalam hal ini yang dibahas hanya mengenai
ejaan fonologis saja. Ejaan fonologis dibagi menjadi dua yaitu, ejaan fonetis,
dan ejaan fonemis.
1.
Ejaan Fonetis
Ejaan fonetis berusaha melambangkan setiap
bunyi yang berbeda, baik bunyi itu membedakan arti maupun tidak. Bahasa yang
menggunakan sistem ejaan fonetis ini adalah bahasa Melayu Malaysia atau
disingkat bahasa Malaysia. Pada penulisa kata agung di dalam bahasa kita,
dalam bahasa Malaysia ditulis agong.
Penalaran fonetisnya ialah huruf o di situ memang untuk melambangkan bunyi yang
lebih dekat ke [o] daripada ke [u]. Akan tetapi pada penulisan kata keagungan kembali menggunakan huruf u
sebab memang pengucapannya benar-benar [u] murni. Sebenarnya di dalam kasus itu
kedua bunyi tersebut tergolong dalam satu morfem, namun karena yang dipakai
dasar penulisan bunyi-bunyinya (bukan fonemnya), maka keduanya terpaksa
dibedakan.
2.
Ejaan Fonemis
Ejaan fonemis lebih sederhana daripada
fonetis, sebab hanya bunyi-bunyi berstatus fonem saja yang diperhitungkan dalam
penentuan huruf yang dipergunakan. Penulisan kata agung dan keagungan, kurung, dan
kurungan, sarung, dan sarungan, menggunakan hruf u sebagai
perwujudan fonem /u/ baik pada suku terbuka maupun suku tertutup. Apabila
dipandang dari segi pengucapannya memang keduanya berbeda, akan tetapi karena
keduanya tergolong satu fonem, maka sesuai dengan sistem fonemis keduanya
ditulis untuk penulisan kata pilih
dan pilihan, kering, dan kekeringan,
hampir, dan menghampiri.
Berikut ini kita perbandingkan ejaan fonetis
dan ejaan fonemis dengan beberapa contoh yang biasa dijumpai.
EJAAN FONETIS
|
EJAAN FONEMIS
|
a. Jaelani Sidek
b. Yang Dipertuan Agung
c. sarong Kelantan
|
Jaelani Sidik
Yan Dipertuan Agung
sarung Kelantan
|
Ejaan fonologis pada prinsipnya memang ingin
menunjukkan setiap bunyi/fonem ke dalam satu huruf. Satu bunyi satu fonem,
itulah yang dikehendaki oleh sistem ejaan fonologis ini. Namun demikian apa
boleh buat, karen jumlah huruf yang tersedia tidak seimbang dengan jumlah bunyi
bahasa yang ada, maka terpaksa ada hal-hal yan tidak sesuai dengan prinsip
ejaan fonologis.
Berdasarkan kenyataan di atas, berikut ini
daftar adanya aneka kemungkinan penuangan bunyi ke dalam huruf menurut sistem
ejaan fonologis (pengertian bunyi di sini mencakup baik fonem maupun fona).
Tabel konversi bunyi-bunyi huruf:
JENIS
|
BUNYI/FONEM
|
HURUF
|
I
|
1
|
1
|
II
|
1
|
0
|
III
|
0
|
1
|
IV
|
1
|
2
|
V
|
2
|
1
|
VI
|
1
|
x, y, z
|
VII
|
x, y, z
|
1
|
Contoh:
Jenis I : satu bunyi dilambangkan dengan satu huruf.
/kita/ --- kita
/jitu/ --- jitu
/tinju/ --- tinju
Jenis II : ada bunyi yan tidak dilambangkan dengan huruf.
/pәrkata’an/ --- perkataan
/ta’at/ --- taat
/do’a/ --- doa
Jenis III : tidak ada bunyinya tetapi ada hurufnya.
/tai/ --- tahi
/taun/ --- tahun
/tau/ --- tahu
Jenis IV : satu bunyi/fonem dilambangkan dengan dua
huruf. Hal ini biasa diesbut digraf.
/buňi/ --- bunyi
/buƞa/ --- bunga
/axir/ --- akhir
/açik/ --- asyik
Jenis V : dua bunyi dilambangkan dengan satu huruf.
Bahasa Inggris: /ai/ ---
I am
/mai/ --- my
book
/waif/ --- wife
Jenis VI : satu macam bunyi dilambangkan dengan satu
macam huruf (berbagai macam huruf)
Bahasa
Inggris: /ә/ --- the book
/ә/ --- a book
Jeni VII : aneka macam bunyi dilambangkan dengan satu
macam huruf.
/ә/ pada
/tәlah/ --- telah
/e/ pada
/oleh/ --- oleh
/ɛ/ pada /nɛnɛ’/
--- nenek.
4.
Simpulan
Sabagai alat untuk berkomunikasi, bahasa harus mampu
menampung perasaan dan pikiran pemakainya, serta mampu menimbulkan adanya
saling mengerti antar penutur dengan pendengar atau antara penulis dengan
pembacanya.
Dalam Fonologi ada dua ruang lingkup yang dibahas fonetik dan fonemik.
Hasil penyelidikan terhadap ilmu fonem dapat dipakai sebagai dasar suatu
pembentukan suatu sistem tulisan atau ejaan bahasa
Adapun dasar – dasar penyusunan ejaan dalam
fonologi dibagi menjadi 2 yaitu ejaan fonetis dan ejaan fonemis.
Ngak nampak semua tulisan nya kak ...
BalasHapusWkwkw
kontol
BalasHapus